Binkam

Nyelamat Gumi: Ritual Adat Tahunan yang Menyatukan Umat Buddha di Mareje

×

Nyelamat Gumi: Ritual Adat Tahunan yang Menyatukan Umat Buddha di Mareje

Sebarkan artikel ini
Nyelamat Gumi, Ritual Adat Tahunan Umat Buddha Desa Mareje yang Menyejukkan

Lombok Barat, NTB Tradisi Nyelamat Gumi, sebuah ritual adat tahunan yang diwariskan secara turun temurun oleh umat Buddha di Desa Mareje, Kecamatan Lembar, Kabupaten Lombok Barat, kembali digelar pada Sabtu (14/12/2024). Acara ini menjadi momentum penting bagi masyarakat setempat untuk memanjatkan doa bagi kedamaian, kebahagiaan, dan kesuburan alam semesta.

Kegiatan yang dimulai pukul 08.30 WITA ini dihadiri oleh berbagai tokoh masyarakat, termasuk anggota DPRD Kabupaten Lombok Barat dari partai PAN, Heri Irawan, S.Pd., Kapolsek Lembar Ipda Joko Rudiantoro, S.H., M.H., Kepala Desa Mareje H. Muhsin Salim, Ketua Permabudhi Lombok Barat Up. Ajjuna Guna Derap, S.Pd., Ketua MBI Lombok Barat Up. Ajjuna Guna Nursidi, S.Pd., Kepala Dusun Ganjar Krisna Adinata, S.Pd.B, para pemangku adat, tokoh agama, serta masyarakat umat Buddha Desa Mareje. Pengamanan dan monitoring jalannya acara turut dilakukan oleh personel Polsek Lembar dan Pospol Mareje.

“Kami melakukan pengamanan dan monitoring kegiatan tradisi adat tahunan Nyelamat Gumi ini untuk memastikan acara berjalan dengan aman, lancar, dan kondusif,” ujar Kapolsek Lembar, Ipda Joko Rudiantoro, S.H., M.H.

Ritual dan Prosesi Sakral

Rangkaian tradisi Nyelamat Gumi diawali dengan berkumpulnya umat Buddha di bale banjar. Kemudian, pada pukul 09.30 WITA, ritual nenambung dipimpin oleh pemangku adat Amaq Limah, Kiyai Amaq Munarim, dan Amaq Wiwin di Bale Adat.

Prosesi inti, yaitu ritual petaek banten, dimulai pukul 11.15 WITA. Umat Buddha beriringan dari halaman bale adat menuju bale beleq di samping bale banjar, lalu melanjutkan perjalanan ke kamalik agung buwun joet (sumber mata air).

Iringan musik Gendang Beleq menambah khidmat suasana. Setelah ritual di sumber mata air, rombongan kembali melewati depan kantor desa Mareje, masuk gang Rabatan di samping rumah tokoh umat Buddha Romo Nasib, S.Pd.B, dan melakukan pemujaan di Sanggrah belakang Vihara Avalokitesvara, sebelum akhirnya berpusat di lapangan sebelah Vihara Avalokitesvara.

Kegiatan berlanjut dengan makan siang bersama atau begibung di halaman bale adat sebagai wujud syukur atas rejeki yang telah dilimpahkan. Rangkaian acara ditutup dengan ritual taburrah atau persembahan darah pada pukul 14.30 WITA dan berakhir pada pukul 15.00 WITA.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *